Tugas
Aspek hukum dalam kenomi#
“Hukum
Adat Di Indonesia”
Disusun oleh:
Nurul
fadillah utami (28214264)
Kelas
2EB03
FAKULTAS
EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
Mata
kuliah: Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Dosen:
Ekaning setyarini
Hukum adat adalah sistem hukum yang
dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan
negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India,
dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan peraturan hukum tidak tertulis
yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hokum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan
elastic Dari 19 daerah lingkungan hukum (rechtskring) di Indonesia,
sistem hukum adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
- Hukum Adat mengenai tata negara
- Hukum Adat mengenai warga (hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum perhutangan).
- Hukum Adat mengenai delik (hukum pidana).
Istilah Hukum Adat pertama kali
diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada
tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De
Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht"
(bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial
(social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
Istilah ini kemudian dikembangkan
secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai
pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia).
Pendapat lain terkait bentuk dari
hukum adat, selain hukum tidak tertulis, ada juga hukum tertulis. Hukum
tertulis ini secara lebih detil terdiri dari hukum ada yang tercatat
(beschreven), seperti yang dituliskan oleh para penulis sarjana hukum yang
cukup terkenal di Indonesia, dan hukum adat yang didokumentasikan (gedocumenteerch)
seperti dokumentasi awig-awig di Bali.
Wilayah hukum adat di Indonesia
Menurut hukum adat,
wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi
beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen).
Seorang pakar Belanda, Cornelis
van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan gagasan seperti ini.
Menurutnya daerah di Nusantara menurut hukum adat bisa dibagi menjadi
23 lingkungan adat berikut:
- Aceh
- Gayo dan Batak
- Nias dan sekitarnya
- Minangkabau
- Mentawai
- Sumatra Selatan
- Enggano
- Melayu
- Bangka dan Belitung
- Kalimantan (Dayak)
- Sangihe-Talaud
- Gorontalo
- Toraja
- Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)
- Maluku Utara
- Maluku Ambon
- Maluku Tenggara
- Papua
- Nusa Tenggara dan Timor
- Bali dan Lombok
- Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran)
- Jawa Mataraman
- Jawa Barat (Sunda)
Penegak hukum adat
Penegak hukum adat adalah pemuka
adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam
lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
Aneka Hukum Adat
Hukum Adat berbeda di tiap daerah
karena pengaruh
- Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
- Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
- Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai persoalan penegak hukum
adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat
merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa,
dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala satu adat suku
Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian
adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual
adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia
sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam
penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi
di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim
harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan
putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
- Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
- Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
- Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang
menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat,
hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat
masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Di tinjau secara preskripsi (dimana
hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan
perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam
peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang
mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah
HUKUM TANAH NASIONAL TUNGGAL
Hukum Tanah Nasional tunggal yang
berdasarkan Hukum Adat
Tadinya pada Rancangan UUPA susunan Soenarjo tidak memilih Hukum Adat sebagai dasar Utama Pembangunan Tanah yang Baru. Namun dalam UUPA telah menanggalkan kebhinekaan hukum di bidang pertanahan dan menciptakan hukum tanah nasional yang tunggal pada hukum Adat. UUPA juga mengunifikasi hak-hak penguasaan atas tanah maupun hak-hak atas tanah maupun hak-hak jaminan atas tanah.
Tadinya pada Rancangan UUPA susunan Soenarjo tidak memilih Hukum Adat sebagai dasar Utama Pembangunan Tanah yang Baru. Namun dalam UUPA telah menanggalkan kebhinekaan hukum di bidang pertanahan dan menciptakan hukum tanah nasional yang tunggal pada hukum Adat. UUPA juga mengunifikasi hak-hak penguasaan atas tanah maupun hak-hak atas tanah maupun hak-hak jaminan atas tanah.
Hukum Adat dalam UUPA
Pernyataan hukum adat dapat dijumpai dalam UUPA pada : Konsiderans UUPA, Penjelasan Umum angka III (1), Pasal 5, Penjelasan Pasal 5, Penjelasan Pasal 16, Pasal 56, dan secara tidak langsung juga terdapat pada Pasal 58 UUPA.
Pernyataan hukum adat dapat dijumpai dalam UUPA pada : Konsiderans UUPA, Penjelasan Umum angka III (1), Pasal 5, Penjelasan Pasal 5, Penjelasan Pasal 16, Pasal 56, dan secara tidak langsung juga terdapat pada Pasal 58 UUPA.
Hukum Adat Mana?
Karena adanya berbagai definisi
mengenai Hukum Adat dan juga secara sederhana Hukum Adat di setiap daerah yang
berbeda, maka Hukum Adat yang mana? C. Van Vollenhoven menyebut hukum adat
sebagai hukum adat sebagai hukum adat golongan pribumi (Golongan III Pasal 131
IS) atau hukum adat golongan timur asing (Golongan II Pasal 131 IS). Sementara
itu dalam Penjelasan Umum III angka 1 mengisyaratkan bahwa hukum adat yang
dimaksud ialah hukum aslinya golongan pribumi, yang hidup dalam bentuk tidak
tertulis dan mengandung unsure-unsur nasional yang asli, yaitu sifat
kemasyarakatan dan kekeluargaan yang berasaskan keseimbangan serta diliputi
oleh suasana keagamaan.
Unsur-Unsur dan Pengejahwantahan
Hukum Adat
Hukum Adat yang melekat pada
masyarakat Hukum Adat tidak hanya diartikan sebagai hukum positif yakni sebagai
rangkaian norma-norma hukum. Namun apabila ditinjau lebih lanjut maka hukum
adat disusun dalam satu tatanan atau sistem, dengan lembaga-lembaga hukum yang
senantiasa berubah dan diperlukan dalam memenuhi kebutuhan kongrit
masyarakat-masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dan hal tersebut sangat
tergantung pada situasi dan keadaan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
KONSEPSI dan SISTEM HUKUM ADAT
Konsepsi Hukum Adat
KONSEPSI dan SISTEM HUKUM ADAT
Konsepsi Hukum Adat
Komunalistik religious, yang
memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang
bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Manifestasi lebih
lanjut pada konsepsi ini ialah dengan adanya Tanah Ulayat yang memiliki unsur
kebersamaan dan terdapat fungsinya untuk kepentingan bersama. Dan dengan
demikian maka tanah ulayat, selain mengandung hak kepunyaan bersama atas tanah
yang termasuk dalam ranah hukum perdata, juga mengandung tugas mengelola yang
masuk dalam hukum publik. Hak Ulayat ini memungkinkan adanya hak Milik atas
tanah yang dikuasai pribadi oleh para warga masyarakat hukum adat.
Sistem Hukum Adat Sistem hak-hak penguasaan tanah pada masyarakat hukum adat ternyata membentuk hirarki yang biasanya terjadi pada Tanah Ulayat adalah : (1) Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, (2) Hak kepada Adat dan para tetua adat, (3) hak atas tanah.
HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT
Hak Ulayat
Hak Ulayat (UUPA), Pertuan (Ambon), paer (Lombok), Beschickkingsrech (van Vollenhoven) ,atau sebuah tanah masyarakat hukum adat tidaklah dapat dikatakan sebagai tanah res nullius, Karena hak ulayat atas tanah masyarakat hukum adat sangat luas yang meliputi semua tanah yang ada di wilayah masyarakat hukum adat. Sedangkan yang dimaksud dengan hak ulayat ialah wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
Kekuatan Hak Ulayat yang berlaku ke dalam Kekuatan yang dapat memaksa masyarakat hukum adat dalam menguasai masyarakat hukum adat adalah dengan memberikan kewajiban masyarakat hukum adat untuk: memelihara kesejahteraan anggota masyarakat hukumnya, dan mencegah agar tidak timbul bentrokan akibat penggunaan bersama. Dan yang menarik ialah ketika pewaris meninggalkan warisan tanpa ahli waris maka masyarakat hukum adatlah yang menjadi ahli warisnya.
Sistem Hukum Adat Sistem hak-hak penguasaan tanah pada masyarakat hukum adat ternyata membentuk hirarki yang biasanya terjadi pada Tanah Ulayat adalah : (1) Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, (2) Hak kepada Adat dan para tetua adat, (3) hak atas tanah.
HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT
Hak Ulayat
Hak Ulayat (UUPA), Pertuan (Ambon), paer (Lombok), Beschickkingsrech (van Vollenhoven) ,atau sebuah tanah masyarakat hukum adat tidaklah dapat dikatakan sebagai tanah res nullius, Karena hak ulayat atas tanah masyarakat hukum adat sangat luas yang meliputi semua tanah yang ada di wilayah masyarakat hukum adat. Sedangkan yang dimaksud dengan hak ulayat ialah wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya.
Kekuatan Hak Ulayat yang berlaku ke dalam Kekuatan yang dapat memaksa masyarakat hukum adat dalam menguasai masyarakat hukum adat adalah dengan memberikan kewajiban masyarakat hukum adat untuk: memelihara kesejahteraan anggota masyarakat hukumnya, dan mencegah agar tidak timbul bentrokan akibat penggunaan bersama. Dan yang menarik ialah ketika pewaris meninggalkan warisan tanpa ahli waris maka masyarakat hukum adatlah yang menjadi ahli warisnya.
Hubungan Hak Ulayat dengan hak-hak perseorangan
Ada pengaruh timbal balik antara Hak Ulayat dengan hak-hak perseorangan yakni semakin banyak usaha yang dilakukan oleh seseorang atas suatu tanah maka semakin kuat pula haknya atas tanah tersebut. Misalnya tanah yang memiliki keratan dan semakin diakui sebagai hak milik, tiba-tiba tidak diusahakan lagi, maka tanah pribadi tersebut diakui kembali menjadi hak Ulayat.
Kekuatan Hak Ulayat berlaku ke luar
Setiap orang yang bukan masyarakat hukum adat suatu daerah dilarang untuk masuk limgkungan tanah wilayah suatu masyarakat hukum adat tanpa izin Penguasa hukum adatnya. Cara mendapatkan izin ialah dengan memberikan barang (pengisi adat) secara terang dan tunai.
Hak Ulayat dalam UUPA
Hak ulayat jelas sekali diakui dalam UUPA, dengan syarat mengenai eksistensinya dan sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Yang menjadi kriteria eksistensi hak ulayat dapat diakui ilalah tidak ada, sehingga pelemahan Tanah Ulayat di berbagai daerah sangatlah sulit. Sedangkan UUPA tidak mendelegasikan pengaturan mengenai Hak Ulayat dan membiarkan pegaturannya tetap berlaku menurut hukum adat setempat. Kemudian pada prakteknya sangat sukar untuk menetukan atau mencari tanah yang masih Tanah Ulayat. Mengenai imbalan ketika telah melakukan Hak Asasi dapat diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum, atau bentuk lain yang diperlukan oleh masyarakat.
Hak Ulayat didalam UU Pokok Kehutanan
Hak Ulayat diabahas setengah hati dalam UU Kehutanan 1999, yang didefinisikan sebagai hak bersama para warga masyarakat hukum adat dengan syarat sebagaimana pasal 67.
HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTARA HUKUM ADAT DAN HUKUM TANAH NASIONAL
Arti Hubungan Fungsional
Hukum adat dalam konsideran UUPA
yang diakui sebagai dasar, ternyata tidak berfungsi sebgaimana yang diharapkan.
Seperti halnya dalam masalah gadai, Gadai yang seyogyanya dalam masyarakat
hukum adat dilakukan di hadapan Kepala Desa (das solen), namun sekarang (das
sein) telah diganti oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Hukum Adat sebagai Sumber utama
dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional.Sumber Utama Hukum Adat yang diberlakukan sebagai Hukum
Tanah nasional adalah berupa konsepsi, asas, dan lembaga hukumnya. Konsepsi
mendasar sebagaimana pasal (1) ayat (2) ialah komunalistik dan religious,
sedangkan asasnya meliputi asas religiusitas, asas kebangsaan, asas demokrasi,
asas kemasyarakatan, asas pemerataan dan keadilan social, asas pemeliharaan
tanah, asas pemisahan horizontal.
Sumber-sumber Lain dalam Pembangunan Hukum Nasional
UUPA tidak menutup kesempatan untuk lembaga-lembaga yang dikenal dalam hukum adat seperti lembaga-lembaga dari hukum asing sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendaftaran Tanah dengan melalui PPAT, adanya Hak Tanggungan, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan merupakan lembaga hukum yang tidak dikenal dalam masyarakat Hukum adat tetapi diakui UUPA.
Hukum Adat sebagai Pelengkap Hukum Tanah Nasional positif yang tertulis.
Hukum Tanah Nasional adalah Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), menunjukan fungsi Hukum Adat sebagai sumber utama dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional. Maka jika sesuatu soal dalam Hukum Tanah tertulis belum lengkap maka berlakulah Hukum Adat setempat. Hukum adat yang telah terkontaminasi feodalistik maupun kapitalistik dalam konteks pelengkap Hukum Tanah Positif dalam penerapannya harus dibersihkan terlebih dahulu dari ketentuan hukum asing. Sehingga dalam praktik yang berwenang melakukan pemersihan atas Hukum Adat ini adalah
Sumber-sumber Lain dalam Pembangunan Hukum Nasional
UUPA tidak menutup kesempatan untuk lembaga-lembaga yang dikenal dalam hukum adat seperti lembaga-lembaga dari hukum asing sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendaftaran Tanah dengan melalui PPAT, adanya Hak Tanggungan, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan merupakan lembaga hukum yang tidak dikenal dalam masyarakat Hukum adat tetapi diakui UUPA.
Hukum Adat sebagai Pelengkap Hukum Tanah Nasional positif yang tertulis.
Hukum Tanah Nasional adalah Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), menunjukan fungsi Hukum Adat sebagai sumber utama dalam pembangunan Hukum Tanah Nasional. Maka jika sesuatu soal dalam Hukum Tanah tertulis belum lengkap maka berlakulah Hukum Adat setempat. Hukum adat yang telah terkontaminasi feodalistik maupun kapitalistik dalam konteks pelengkap Hukum Tanah Positif dalam penerapannya harus dibersihkan terlebih dahulu dari ketentuan hukum asing. Sehingga dalam praktik yang berwenang melakukan pemersihan atas Hukum Adat ini adalah
Hakim serta Penguasa Legislatif.
Tidak boleh bertentangan dengan Kepentingan nasional dan Negara Hukum Adat
sudah semestinya untuk tidak bertentangan dengan Kepentingan Nasional Negara,
sehingga perlu adanya pembinaan dengan menguji hukum adat agar tidak
bertentangan. Tidak boleh bertentangan dengan Sosialisme Indonesia Perlu adanya
pengaturan lebih lanjut mengenai sosialisme Indonesia, dalam hal ini menghadapi
hal-hal kongrit dalam masyarakat maka keinginan dan kesadaran hukum
masyarakatlah yang merupakan pedoman.
Tidak boleh bertentangan dengan
peraturan UUPA Suatu contoh bahwa di Batak misalnya yang tidak memberikan
kesempatan bagi wanita untuk memiliki tanah karena patrilineal, sedangkan UUPA
mengatur bahwa tiap-tiap warganegara memiliki hak yang sama. Pertentangan
tersebut yang berlaku di Hukum Adat Batak dikesampingkan oleh UUPA sehingga di
Batak memberi kesempatan untuk wanita memiliki sebidang tanah. Tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya Jadi peraturan
perundang-undangan bisa mengenyampingkan hukum adat yang berlaku asalkan
dinyatakan demikian. Norma Hukum Kosong inilah yang sering digunakan oleh
penguasa untuk mengebiri keberadaan Hukum Adat dalam Hukum Tanah
Nasional. Hukum Adat sebagai bagian dari Hukum Tanah Nasional Hukum adat harus
tetap
menjadi acuan dalam pembentukan
hukum hukum tanah selanjutnya. Namun dalam perkembangan selanjutnya penyerapan
Hukum Adat dalam Hukum Tanah Nasional semakin berkurang untuk dijadikan dasar.
Hukum kebiasaan baru yang bukan
Hukum Adat Hukum adat yang lahir dari Yurisprudensi Pengadilan ataupun Hukum
Adat yang lahir dari Praktik Administrasi tidaklah dianggap sebagai Hukum Adat.
Begitu juga dengan pembentukan hukum baru karena adanya kekosongan hukum tidak
dianggap sebagai hukum adat.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar