Tugas
Aspek hukum dalam kenomi#
“Haki
(Hak atas kekayaan intelektual) dan Hak Cipta”
Disusun oleh:
Nurul
fadillah utami (28214264)
Kelas
2EB03
FAKULTAS
EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
Mata
kuliah: Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Dosen:
Ekaning setyarini
Haki
“Hak atas kekayaan intelektual”
Sebelum
kita membicarakan tentang Haki pasti kita bertanya tanya pa sih sebenernya Haki
itu? Hak
Kekayaan Intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata
yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR),
yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau
proses yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati
secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur
dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan
intelektual manusia.
Adapun kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil
produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra,
gubahan lagu, karya tulis, karikatur, dan lain-lain yang berguna untuk manusia.
Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia. Sistem HKI merupakan hak
privat (private rights). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau
mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eklusif yang diberikan Negara
kepada individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada
lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas) nya dan agar
orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga
dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme
pasar. Disamping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang
baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya
teknologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan
dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat
memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya
lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
== Teori Hak Kekayaan Intelektual ==
·
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat
dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke
mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang
dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini
tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut
dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari
intelektualitas manusia.
Sejarah perkembangan sistem
perlindungan HAKI di Indonesia
Secara historis, peraturan perundang-undangan di
bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda
memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844.
Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885,
Undang-undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang
pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah
menjadi angota Paris Convention for the Protection of Industrial
Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari
tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the
Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman
pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan
perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17
Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan
dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan
peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD
1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya
dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia.
Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten
dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun
pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang
berada di Belanda
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan
pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur
tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur
tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman
Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara
permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI
mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan
untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku
tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat
dari barang-barang tiruan/bajakan.
10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi
Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm
Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi
Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat
pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai
dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982
tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda.
Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi
penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan
sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah
air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di
bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34)
Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang
HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi
sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan
masyarakat luas.
19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai
perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan
pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk
mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan
salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan
Perundang-Undangan, Departemen Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU
tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh
Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1
Agustus 1991.
28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang
Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun
1961.
Pada
tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying
the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang
mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights(Persetujuan TRIPS).
Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan
di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989
dan UU Merek 1992.
Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU
No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No
14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini
menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002,
disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama
dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
Pada tahun 2000 pula disahkan UU nomer 29 tahun 2000 Tentang
Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
Kasus
Kasus Pelanggaran Haki di Indonesia
Banyaknya kasus pelanggaran HAKI di Indonesia. Dari
pakaian,music,film,alat elektronik dll. Pemberantasan telah dilakukan oleh
aparat hukum. Tetapi maraknya pelanggaran ini maka aparat hukum pun belum bisa
mengamankan hak intelektual itu. Undang-undang yang menjadi pengatur hukum atau
kontitusional belum bisa di laksanakan seluruhnya karena kurangnya aparat hukum
untuk luasnya objek yang harus diawasi. Di Indonesia, masalah hak cipta diatur
dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak
cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku” (pasal 1 butir 1).Selain itu pemahaman aparat tentang HaKI juga
sangat rendah. Terbukti, sanksi hukum terhadap para pelaku sangat ringan
sehingga tidak menimbulkan efek jera. Kesadaran hukum masyarakat terhadap HaKI
juga kurang.
Memfotokopi buku pun adalah salah satu pelanggaran HAKI.
Karena setiap buku yang diterbitkan memiliki hak cipta oleh penulisnya. Selain
itu, mengapa memphotokopi adalah pelanggaran HaKI? Karena dengan memphotokopi
maka itu adalah tindakan memperbanyak suatu karya tanpa izin dari penerbit atau
penulisnya. Seseorang memphotokopi buku mempunyai tujuan tertentu. Seperti
harga memphotokopi yang lebih murah melainkan untuk membeli sebuah buku. Ini
adalah tindakan yang dapat mematahkan kreatifitas penulis untuk menulis. Karena
mereka merasa tidak dihargai karya tulisnya. Sehingga penulispun enggan untuk
menulis. Praktek plagiasi pun mulai marak akibat tidak adanya perhatian
masyarakat akan hak intelektual.
Adalagi pemalsuan merek. Pemalsuan merek adalah tindakan
pencurian hak intelektual. Praktek plagiat yang memalsukan merek-merek terkenal
juga menciptakan kerugian-kerugian bagi produsennya. Pemilik merek
tersebut dirugikan atas pencitraan dan kualitas produk. Sehingga konsumen yang
membeli produk merek yang diaspal (asli tapi palsu) merasa dirugikan karena
membeli produk yang seharusnya berkualitas tetapi malah mendapatkan produk
palsu dengan merek yang sama. Biasanya produk yang berkualitas / bermerek
mempunyai harga yang lebih mahal.
Contoh
Contoh Kasus Pelanggaran HAKI
HUAWEI TINDAK PELANGGAR HAK CIPTA
JAKARTA:
PT Huawei Tech Investment, pemegang hak cipta handset Huawei Esia
di Indonesia, akan mengambil tindakan hukum terhadap pihakpihak yang
melanggar hak cipta miliknya
di Indonesia, akan mengambil tindakan hukum terhadap pihakpihak yang
melanggar hak cipta miliknya
"Kami
tidak akan segan untuk menindak lanjuti dengan langkah hukum yang
lebih tegas sama halnya seperti upaya pidana yang telah dilakukan
sebelumnya," ujar Ignatius Supriady, kuasa hukum Huawei, kemarin
lebih tegas sama halnya seperti upaya pidana yang telah dilakukan
sebelumnya," ujar Ignatius Supriady, kuasa hukum Huawei, kemarin
Pernyataan
Ignatius itu dilontarkan terkait dengan munculnya praktik unlocking
yang dilakukan pihak lain terhadap handset Huawei yang sejatinya khusus
diciptakan agar hanya dapat digunakan untuk layanan jasa telekomunikasi Esia
bundling
yang dilakukan pihak lain terhadap handset Huawei yang sejatinya khusus
diciptakan agar hanya dapat digunakan untuk layanan jasa telekomunikasi Esia
bundling
Dia menyebutkan sebetulnya beberapa
waktu lalu pihaknya telah mengambiltindakan hukum tegas terhadap pihak lain
yang melakukan praktik unlockingterhadap handset Huawei Esia
Dari tindakan hukum tersebut, katanya,
pengadilan telah menjatuhkan hukumanpidana penjara selama 1 tahun 6 bulan
terhadap pihak ketiga yang mengunlockhandset yang hak ciptanya dimiliki oleh
perusahaan tersebut
Hukuman
itu, menurutnya, dirasa cukup setimpal bagi pihak yang telah
melanggar
hak cipta milik Huawei
Akan
tetapi, sambungnya, yang paling penting bagi pihaknya adalah bahwa
putusan itu telah menunjukkan bahwa perbuatan unlocking merupakan suatu
perbuatan yang melawan hukum
putusan itu telah menunjukkan bahwa perbuatan unlocking merupakan suatu
perbuatan yang melawan hukum
Pasalnya,
katanya, perbuatan tersebut melanggar hak cipta dan jelasjelas
menimbulkan kerugian yang relatif sangat besar bagi pihaknya, baik kerugian
secara materiel maupun immateriel
menimbulkan kerugian yang relatif sangat besar bagi pihaknya, baik kerugian
secara materiel maupun immateriel
Kerugian
itu, tuturnya, memang belum dapat disampaikan secara pasti
jumlahnya Akan tetapi, sambungnya, nilai terbesarnya adalah buruknya persepsi
risiko berinvestasi dan kepastian hukum pemasaran produk pada umumnya dan
industri telekomunikasi Indonesia pada khususnya
jumlahnya Akan tetapi, sambungnya, nilai terbesarnya adalah buruknya persepsi
risiko berinvestasi dan kepastian hukum pemasaran produk pada umumnya dan
industri telekomunikasi Indonesia pada khususnya
Jika
pelanggaran hak cipta seperti yang terjadi pada kasus unlocking ini
terusmenerus terjadi di Indonesia, menurutnya, maka ini dinilai akan
memengaruhi iklim usaha dan investasi, serta merugikan pelaku usaha pada
umumnya
terusmenerus terjadi di Indonesia, menurutnya, maka ini dinilai akan
memengaruhi iklim usaha dan investasi, serta merugikan pelaku usaha pada
umumnya
Selain
itu, sambungnya, sebagai produsen yang bertanggung jawab perusahaan
itu juga memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi hak cipta atas
produkproduk yang diciptakan oleh pihaknya
itu juga memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi hak cipta atas
produkproduk yang diciptakan oleh pihaknya
Lebih
lanjut, dia menyebutkan pihaknya juga telah memberikan peringatan
melalui
media massa agar pihak lain tidak melakukan praktik unlocking terhadap
produk perusahaan tersebut, setelah adanya perkara pidana beberapa waktu
lalu
produk perusahaan tersebut, setelah adanya perkara pidana beberapa waktu
lalu
Setelah
peringatan tersebut, klaimnya, ada kecenderungan penurunan praktik
unlocking
terhadap produk Huawei
Hak
cipta
Sebelum
kita mengetahui Hak Cipota itu apa sih??? Nah kita harus tahu dong apa sih itu
arti ndari ciptaan? Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan
keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Sedangkan pemegang hak
cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak
tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak tersebut diatas.
Hak cipta adalah hak eksklusif
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang
No.19 tahun 2002 tentang hak cipta,
Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak
moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan serta produk hak terkait. Sedangkan hak moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau
dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta telah dialihkan.
Hak
cipta dianggap sebagai benda bergerak, sehingga hak cipta dapat dialihkan baik
seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis
atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Hak
cipta yang dimiliki oleh pencipta yang setelah penciptanya meninggal dunia
menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut
tidak dapat disita kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. Dan Hak cipta
merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak
cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk
mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup
ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup
gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau
terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Micky Tikus melarang pihak
yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya
yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disneytersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai
tokoh tikus secara umum.
SEJARAH HAK CIPTA
Konsep hak cipta dalam bahasa
Indonesia merupakan terjemahan
dari konsepcopyright dalam bahassa Inggris (secara harafiah artinya
"hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan
mesin cetak.
Sebelum penemuan mesin ini oleh Johannes Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya
tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan
karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para
pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak
monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak.
Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan
penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur
masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28
tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadimilik umum.
Berne
Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan
Karya Seni danSastra"
atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam
konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya
cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah
sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis
mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga
terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan
sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Ciptaan
yang dilindungi
Dalam Undang-Undang, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup:
§ Buku, program
komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua
hasil karya tulis lain.
§ Ceramah, kuliah,
pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu
§ Alat peraga yang
dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
§ Lagu atau musik
dengan atau tanpa teks
§ Drama atau drama
musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim
§ Seni rupa dalam
segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
§ Arsitektur
§ Peta
§ Seni batik
§ Fotografi
§ Sinematografi
§ Terjemahan,
tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih
wujudan.
Perlindungan hak cipta
Perlindungan terhadap suatu ciptaan timbul secara otomatis
sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk nyata. Pendaftaran ciptaan tidak
merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta
maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat
pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan
apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Perlindungan
hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus
memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai
ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau keahlian, sehingga
ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar.
Jangka
waktu perlindungan hak cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu yang
berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang
berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan
tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Indonesia, jangka waktu
perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah
50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali di umumkan atau dipublikasikan atau
dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran ,
atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan
dan untuk hak cipta yang dipegang oleh negaraatas folklor dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama (UU No. 19 tahun 2002 bab III dan pasal 50)
Pendaftaran
hak cipta di Indonesia
Sesuai yang diatur pada bab IV UU hak cipta,
pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Kementrian hukum
dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan
langsung ciptaannya melalui konsultan HKI. Penjelasan prosedur dan
formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web
Ditjen HKI.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar