SIAPAKAH
KOPERASI MENGAHADAPI ERA GLOBALISASI SAAT INI?
Seperti
yang kita ketahui, bahwa perkembangan koperasi di indonesia sangat minim
perhatian dari pemerintah sendiri. Bisa dilihat dari banyaknya koperasi di
Indonesia yang mengeluh dalam permasalahan umumnya yaitu kurangnya sumber modal
dan fasilitas pemasaran. Serta kebijakan- kebijakan yang membuat koperasi yang
kurang produktif tentunya merasa keberatan. Sehingga, menurut saya koperasi
saat ini belum siap untuk menghadapi era globalisasi.
Indonesia merupakan negara multikultural yang kaya
akan kebudayaan,ras dan agama,negara yang heterogen ini seharusnya menjadi
kelebihan tersendiri bagi indonesia dibandingnegara lainnya, berasaskan atas
semboyan “bhineka tunggal ika” indonesia dapat bersatu di bawah satu
pemerintahan dengan beragam perbedaan yang ada, di zaman modern ini dimanazaman
yang menganggap ideologi telah mati dan ketinggalan zaman, akan tetapi
nasionalismeitu sendiri adalah sebuah ideologi maka dari itu membicarakan
perihal nasionalisme dianggapsudah ketinggalan zaman dan seperti menggali
kuburan yang cukup jauh dari dataran, karenaideologi bangsa benar-benar telah
dikubur rapat-rapat sehingga potensi dari anak bangsa yang bersinar seperti
dahulu kala para pemuda-pemuda pendiri bangsa sulit sekali kita menemukan
dizaman sekarang.
Dan menurut Undang-undang No. 25 Tahun
1992 menyatakan bahwa koperasi disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Oleh karena itu, koperasi perlu lebih
membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip
koperasi, sehingga mampu berperan sebagai soko guru perekonomian nasional.
Koperasi merupakan salah satu dari tiga “soko guru ekonomi”. Koperasi
adalah lembaga ekonomi yang berpotensi besar untuk mengurangi tingkat
kebergantungan ekonomi kita terhadap ekonomi dunia, Dan apa yang kita ingin
ketahui koperasi menghadapi Globalisasi ekonomi bisa dikatakan
sebagai arus ekonomi liberal, yang menurut Mubyarto mengandung pembelajaran
tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk menumbuhkan
ekonomi, tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan. Era globalisasi
bertumpu pada tiga pilar, yakni: liberalisasi, perdagangan, dan investasi.
Apabila ditelusuri lebih mendalam, proses globalisasi ekonomi didorong oleh dua
faktor, yakni: teknologi (yang meliputi teknologi komunikasi, transportasi,
informasi, dan sebagainya) dan liberalisme.
Globalisasi
dan liberalisasi, kedua-duanya merupakan kekuatan lama yang telah berubah dari latent,
menjadi riil dan penuh vitalitas pada saat ini. Pasar bebas dengan segala
ketidaksempurnaannya mampu menggulung dan menggusur apa saja yang
merintanginya. Pasar-bebas yang diberlakukan di negara-negara berkembang tidak
sedikit yang menghasilkan pelumpuhan (disempowerment) bahkan
pemiskinan (impoverishment) terhadap rakyat kecil (Swasono, 1994).
Dalam kenyataannya, pasar-bebas adalah pasarnya para penguasa pasar, yaitu
mereka yang menguasai dana-dana sangat besar, yang akhirnya secara langsung
atau tidak langsung mengontrol bekerjanya mekanisme-pasar. Mekanisme pasar tak
lain adalah suatu mekanisme lelangan (Thurow, 1987).
Dengan
kondisi seperti itu, pemilik dana besarlah yang akan menang dalam lelangan (auction).
Sementara yang miskin akan hanya menjadi penonton transaksi ekonomi, menerima
nasib sebagai price-taker, atau bahkan akan bisa tergusur peran
ekonominya (Swasono, 1994). Dalam persaingan seperti ini, maka yang besar dan
kuat secara ekonomi akan keluar sebagai pemenang. Mungkin inilah yang
dimaksudkan oleh Thomas Friedman (1999) sebagai “the winner-take-all
market” sebagaimana ia telah menyitir ekonom-ekonom yang mencemaskan
globalisasi ekonomi sebagai penyebar ketidak-adilan global.
Solusi menggerakan denyut nadi
koperasi menghadapi globalisasi adalah melalui pemberdayaan masyarakat sendiri
secara profesional, otonom, dan mandiri dalam arti berkemampuan mengelola usaha
sebagaimana layaknya badan usaha lain, koperasi juga harus mampu mengoptimalkan
potensi ekonominya serta memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan seluruh
perilaku ekonomi. Dengan semakin besarnya peluang masyarakat dan meningkatnya
jumlah kelompok masyarakat yang memiliki usaha produktif, perlu dipertimbangkan
untuk menumbuhkan koperasi-koperasi baru yang otonom, dan mandiri. Untuk itu
perlu :
1) dimotivasi melalui pendidikan ;
2) sosialisasi dalam rangka
pengembangan sosial kapital kelompok masyarakat ;
3) membangun sistem pemberdayaan
ekonomi kaum masyarakat ;
4) memacu pengembangan usaha
produktif ;
5) menumbuhkan jiwa kewirakoperasian
serta
6) mempermudah mekanisme pendirian
koperasi
Koperasi, oleh banyak kalangan,
diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di
dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan
bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Pembangunan
koperasi merupakan tugas dan tanggungjawab pemerintah dan seluruh rakyat sesuai
dengan perkembangan dan keadaan.
Di banyak negara maju, koperasi
sudah menjadi bagian dari sistem perekonomian. Koperasi lahir sebagai gerakan
untuk melawan ketidakadilan pasar. Dengan demikian koperasi tumbuh dan
berkembang dalam suasana persaingan pasar, dan ternyata koperasi juga bisa
bersaing dalam sistem pasar bebas, dengan lebih menerapkan asas kerjasama dari
pada persaingan. Di negara maju, kebanyakan koperasi tidak dipengaruhi politik.
Kegiatan koperasi di negara maju adalah murni kegiatan ekonomi, sehingga sudah
terbiasa menjalankan aktivitas ekonomi dalam kondisi persaingan.
Di banyak negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia, koperasi dibentuk dalam kerangka membangun
institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan
ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, peranan pemerintah
terkait perkoperasian tampak menonjol, dan unsur politik juga tidak lepas dari
perkoperasian. Hal ini mengakibatkan terjadinya kebergantungan yang tinggi
kepada pemerintah, sehingga potensi kegagalan koperasi untuk berkembang secara
mandiri juga tinggi.
Globalisasi ekonomi bisa
dikatakan sebagai arus ekonomi liberal, yang menurut Mubyarto mengandung
pembelajaran tentang paham ekonomi Neoklasik Barat yang lebih cocok untuk
menumbuhkan ekonomi, tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan. Era
globalisasi bertumpu pada tiga pilar, yakni: liberalisasi, perdagangan, dan
investasi. Apabila ditelusuri lebih mendalam, proses globalisasi ekonomi
didorong oleh dua faktor, yakni: teknologi (yang meliputi teknologi komunikasi,
transportasi, informasi, dan sebagainya) dan liberalisme.
Globalisasi dan liberalisasi, kedua-duanya merupakan kekuatan lama
yang telah berubah darilatent, menjadi
riil dan penuh vitalitas pada saat ini. Pasar bebas dengan segala
ketidaksempurnaannya mampu menggulung dan menggusur apa saja yang
merintanginya. Pasar-bebas yang diberlakukan di negara-negra berkembang tidak
sedikit yang menghasilkan pelumpuhan (disempowerment) bahkan
pemiskinan (impoverishment) terhadap rakyat kecil (Swasono, 1994). Dalam
kenyataannya, pasar-bebas adalah pasarnya para penguasa pasar, yaitu mereka
yang menguasai dana-dana sangat besar, yang akhirnya secara langsung atau tidak
langsung mengontrol bekerjanya mekanisme-pasar. Mekanisme pasar tak lain adalah
suatu mekanisme lelangan (Thurow, 1987).
Dengan kondisi seperti itu, pemilik dana besarlah yang akan menang
dalam lelangan (auction). Sementara yang miskin
akan hanya menjadi penonton transaksi ekonomi, menerima nasib sebagai price-taker, atau
bahkan akan bisa tergusur peran ekonominya (Swasono, 1994). Dalam persaingan
seperti ini, maka yang besar dan kuat secara ekonomi akan keluar sebagai
pemenang. Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh Thomas Friedman (1999) sebagai “the winner-take-all market” sebagaimana
ia telah menyitir ekonom-ekonom yang mencemaskan globalisasi ekonomi sebagai
penyebar ketidak-adilan global.
Meskipun lingkungan ekonomi telah
didominasi oleh mekanisme pasar kapitalistik, namun gerakan koperasi tetap
lebih dekat dengan kolektivisme dan sosialisme, yaitu mengutamakan kepentingan
masyarakat (publik), dengan tetap menghormati identitas dan inisiatif individu.
Banyak yang menganggap bahwa dalam globalisasi ekonomi saat ini
mempertentangkan kapitalisme dan sosialisme telah dianggap kuno, meskipun
pembela-pembela dari masing-masing kubu masih terus gigih mempertahankan
keyakinan mereka masing-masing secara filsafati.
Bagaimanapun juga, kita perlu
mengamati perkembangan keduanya sehingga gerakan koperasi dapat mampu
menempatkan dirinya dengan tepat, bahkan dapat ikut berperan membentuk
kecenderungan-kecenderungan baru dan sekaligus mengarahkan proses globalisasi
ekonomi dalam mencapai wujud finalnya. Wujud final itu diharapkan dapat
menjanjikan suatu kemakmuran dan keadilan global (Sri Edi Swasono (2000). Di
era seperti itu, pelaku ekonomi yang tidak efisien, kurang cekatan melihat
peluang, dan tidak segera mengadakan perubahan untuk menyesuaikan dengan
tuntutan zaman akan tergilas oleh waktu. Oleh karena itu, koperasi harus
mengubah jati diri dan orientasinya dalam berbisnis. Jika tidak, koperasi akan
makin terpuruk dan dominasi pemilik modal terhadap ekonomi nasional makin
mencengkeram.
Globalisasi dan liberalisasi
ekonomi makin menjauhkan pemerintah dari permainan pasar sehingga koperasi
tidak mungkin lagi untuk banyak berharap kepada pemerintah untuk mengatasi
kelemahannya. Sikap pemerintah yang makin memberikan keleluasaan kepada
liberalisasi ekonomi yang menyebabkan berkurangnya insentif dan fasilitas
kepada koperasi hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi koperasi. Koperasi
harus bersaing untuk meningkatkan kontribusinya dan mewujudkan perekonomian
yang lebih berpihak kepada ekonomi kerakyatan. Profesionalisme harus menjadi
roh dari manajemen koperasi. Koperasi jangan diasumsikan sebagai lembaga
ekonomi untuk orang-orang miskin sehingga hanya mengelola kebutuhan dasar dan
kemampuan pengelolanya pun menjadi apa adanya.
Berkaitan dengan konsep
pembangunan ekonomi, koperasi masih dipandang sebagai salah satu elemen ekonomi
yang strategis. Namun demikian, keberadaan dan tumbuh kembangnya koperasi
ternyata masih menjadi perdebatan dalam era globalisasi dan liberalisasi
ekonomi. Ketika koperasi mendapat kemudahan dan fasilitas dari pemerintah serta
derajat globalisasi dan liberalisasi ekonomi belum secepat seperti saat ini,
koperasi belum pernah mampu memberikan peran yang signifikan. Koperasi tetap
menjadi kelompok marginal. Apa lagi dengan kondisi seperti sekarang, dimana
globalisasi dan liberalisasi ekonomi sudah merajalela dan berkembang sangat
cepat. Oleh karena itu, seringkali timbul pertanyaan terkait dengan cepatnya
proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi, yakni tentang kewajaran apabila
pemerintah tetap berobsesi menempatkan koperasi sebagai salah satu soko guru
ekonomi.
Kita tidak boleh terlalu pesimis
tentang perkembangan dan pertumbuhan koperasi. Lembaga koperasi sejak awal
diperkenalkan di Indonesia memang sudah diarahkan untuk berpihak kepada
kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai golongan ekonomi lemah. Strata
ini biasanya berasal dari kelompok masyarakat kelas menengah kebawah.
Eksistensi koperasi memang merupakan suatu fenomena tersendiri, sebab tidak
satu lembaga sejenis lainnya yang mampu menyamainya, tetapi sekaligus
diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar ekonomi lainnya.
Walaupun banyak kendala dan
tantangan terkait dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi di
Indonesia masih menunjukkan eksistensinya, bahkan masih ada pekembangan.
Sebagai gambaran umum saja, perkembangan koperasi di Indonesia tahun 2005
sampai pertengahan 2007, jumlah koperasi meningkat dari 134.963 unit menjadi
144.527 unit. Penyerapan tenaga kerja meningkat dari 288.589 orang menjadi
369.302 orang, sedangkan permodalannya meningkat dari Rp 33.015.403,45 juta
menjadi Rp 43.211.059,79 juta. Selain itu, lembaga koperasi oleh banyak
kalangan, diyakini sangat sesuai dengan budaya dan tata kehidupan bangsa
Indonesia. Di dalamnya terkandung muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk
kepentingan bersama (gotong royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sejak
kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh tempat sendiri dalam
struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Dalam menghadapi tantangan
globalisasi dan liberalisasi ekonomi, koperasi harus mampu memberikan layanan
dan manfaat kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan tersebut
diharapkan dapat timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam
pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab maupun npenggunaan haknya. Kebersamaan
dalam berkoperasi sebagai modal sosial untuk menciptakan rasa saling percaya,
kerukunan, dan toleransi satu sama lain.
Kebersamaan juga merupakan modal
yang sangat berharga bagi koperasi dalam menghadapi tantangan globalisasi dan
liberalisasi ekonomi. Menurut Purbayu (2004) agar supaya koperasi dapat tetap
eksis dalam era globalisasi perlu menempuh empat langkah: (1) merestrukturisasi
hambatan internal dengan mengikis segala konflik yang ada (dalam hal ini
mengandung unsur kebersamaan), (2) melakukan pembenahan manajerial, (3)
integrasi ke luar dan ke dalam, dan (4) peningkatan efisiensi dalam proses
pproduksi dan distribusi.
Dari kajian-kajian yang dilakukan
oleh para ahli, antara lain; Soetrisno (2001), Lawless dan Reynolds (2004),
Peterson (2005), Keeling (2005), Hendar dan Kusnadi (2005) tentang perkembangan
koperasi, penulis menyimpulkan bahwa: koperasi harus memiliki
keunggulan-keunggulan kompetitif sebagai suatu kekuatan organisasional yang
secara jelas menempatkan suatu organisasi bisnis di posisi terdepan
dibandingkan organisasi-organisasi bisnis lain yang menjadi pesaing-pesaingnya
di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini. Faktor utama untuk
menciptakan keunggulan kompetitif yang sebenarnya dari koperasi adalah
hubungan, kekompakan, dan kerjasama para anggota.
Kriteria-kriteria kunci untuk
menjadikan suatu koperasi bisa berhasil adalah: (1) memiliki kepemimpinan yang
visioner yang bisa membaca kecenderungan perkembangan pasar, kemajuan
teknologi, perubahan pola persaingan; (2) menerapkan struktur organisasi yang
merefleksikan dan mempromosikan suatu kultur terbaik yang sesuai dengan
bisnisnya dan sepenuhnya didukung oleh anggota; (3) anggota sepenuhnya memahami
industri-industri atau sektor-sektor yang mereka geluti dan kekuatan-kekuatan
serta kelemahan-kelemahan dari koperasi mereka; (4) kreatif dalam pendanaan
(tidak hanya tergantung pada kontribusi anggota, tetapi juga bisa lewat pinjam
dari bank); dan (5) mempunyai orientasi bisnis (misi) yang kuat dan
didefinisikan secara jelas dan terfokus. Adapun beberapa faktor yang seringkali
menyebabkan runtuhnya/tutupnya koperasi adalah: (1) kurangnya pendidikan dan
pengawasan dari pengurus; (2) manajemen yang tidak efektif; dan (3) keanggotaan
yang pasif.
Jika koperasi adalah perkumpulan
otonom dari orang-orang yang bersatu secara sukarela, maka koperasi merupakan
organisasi yang dimiliki oleh para anggota. Oleh karena itu, semua harapan dan
perkembangan koperasi sebenarnya juga berada di tangan para anggota, baik yang
menjadi pengurus koperasi maupun yang tidak. Seharusnya semua anggota berperan
aktif sesuai dengan posisi dan kondisi masing-masing. Para anggota perlu
melakukan aktivitas (sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya) yang dapat
menghasilkan sesuatu yang bernilai dan bermanfaat. Sehingga nilai dan
kemanfaatan tersebut dapat saling dipertukarkan, untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing. Apabila hal ini bisa terjadi, maka kesejahteraan para anggota
koperasi dan masyarakat akan terwujud.
Dilihat dari sudut pandang
seperti itu, maka keberadaan dan peranan sumber daya manusia sangat menentukan
keberhasilan koperasi. Kompetensi dan semangat sumber daya manusia menjadi
titik sentral dalam upaya memperkuat koperasi, oleh karena itu pengembangan
sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, menjadi kunci utama untuk
meningkatkan dan mengembangkan kekuatan koperasi. Selain itu peningkatan
teknologi juga menjadi sangat penting untuk menunjang produktivitas dan
efisiensi kerja dalam pengembangan koperasi. Peran, dorongan, dan bantuan dari
pemerintah masih sangat diperlukan, namun harus lebih banyak diarahkan kepada
peningkatan dan pengembangan konpetensi dan semangat sumber daya manusianya.
Bantuan permodalan dan sarana prasarana lain diberikan sesuai dengan kondisi
(tidak harus sama rata), dan hanya bersifat sebagai titik awal dalam melakukan
kegiatan usaha koperasi.
Pada peringatan Hari Koperasi
Nasional 2009, Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyampaikan bahwa: “Dalam era
globalisasi bisa saja perusahaan raksasa dunia mendominasi semua kegiatan
bisnis. Meskipun keberadaan mereka penting tetapi absennya koperasi dan usaha
kecil menengah, maka upaya kita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
mengurangi kemiskinan dan pengangguran akan tetap sulit. Solusinya adalah makin
kedepan koperasi dan usaha kecil dan menengah mesti dikembangkan di seluruh tanah
air agar lebih banyak saudara-saudara kita yang bisa berusaha. Mari kita
jalankan dan tingkatkan. ”
Pemerintah sebagai fasilitator
dan pembuat kebijakan ekonomi nasional, harus terus mengembangkan iklim
kondusif bagi pertumbuhan koperasi secara konsisten. Keberpihakan pemerintah
pada kekuatan ekonomi rakyat melalui gerakan koperasi, akan berkembang dan
menjadi kenyataan jika didukung oleh konsistensi dan system yang berlaku.
Pernyataan dan harapan SBY tentang pengucuran KUR perlu didukung perwujudannya.
Akan tetapi yang sebenarnya lebih dibutuhkan adalah membangun dan meningkatkan
kompetensi dan semangat sumber daya manusia untuk menjalankan
kegiatan/aktivitas yang dapat menghasilkan nilai atau manfaat yang lebih besar.
Hal ini harus dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan (diklat) yang lebih
efektif.
Pemerintah perlu membuat program
untuk memfasilitasi agar diklat dapat berjalan secara berkesinambungan, antara
lain dapat mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan
baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal yang terkait dengan bidang
ekonomi dan bisnis, dengan catatan bahwa program tersebut harus bisa terlaksana
dengan baik (sesuai dengan sasaran), tidak hanya sekedar melaksanakan program
demi untuk memanfaatkan anggaran yang sudah ditetapkan. Untuk itu juga perlu
dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap proses dan hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan program diklat tersebut.
Koperasi dapat memanfaatkan internet
untuk memperomosikan apa yang terjadi dalam koperasi dan apa inovasi-inovasi
terbaru yang ditawarkan oleh koperasi. Lalu, koperasipun dapat memanfaatkan
kecanggihan-kecanggihan teknologi lain.
Memperkuat
image koperasi bahwa koperasi bisa, koperasi selalu berjaya, koperasi no.1.
Sehingga dibenak masyarakat, koperasi adalah lembaga yang terbaik dibandingkan
dengan swasta. sekarang banyak lembaga swasta yang mulai melebarkan sayapnya di
dunia penyediaan bahan pangan dan sebagainya, yang merupakan pesaing besar
koperasi dan warung-warung kecil milik rakyat.
Mengadakan
pembinaan terhadap pengurus koperasi saya rasa merupakan hal tepat dalam rangka
agar koperasi lebih siap untuk bersaing diera globalisai yang sangat keras.
Lengah sedikit saja, maka semua akan hancur. Maka dengan pembinaan yang
mendalam, diharapkan pengurus disetiap koperasi yang ada, dapat memiliki
pemikiran yang dapat membawa koperasi ke era globalisasi. Pembinaan ini
meliputi seminar tentang koperasi, selain dapat lebih mengenal koperasi,
pengurus juga bisa diarahkan dalam hal mengantar koperasi ke era yang
sebelumnya belum dirambahnya.
- Potensi Koperasi dalam menghadapi era Globalisasi
Dengan adanya otonomi daerah,
menyebabkan terputus hubungan struktural antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Hal tersebut menimbulkan kesulitan dalam memantau perkembangan
koperasi Indonesia. Data perkembangan koperasi yang dapat dilaporkan adalah
data tahun 2000 dan data yang paling mutakhir adalah data 2006 yang merupakan
hasil kajian pendataan koperasi yang responsif gender Indonesia oleh Deputi
Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Dari data tersebut, data dikemukakan bahwa
secara kuantitatif perkembangan koperasi menunjukan peningkatan yang
signifikan, seperti peningkatan jumlah koperasi aktif, jumlah karyawan dan
manager, permodalan dan volume usahanya. Sementara jika dilihat dari kualitas,
koperasi cenderung lebih konsisten dan memberikan dampak positif yanglebih luas
yaitu penigkatan kesejahteraan keluarga.
Sesuai RPJM 2005 dimana ditargetkan perwujudan 70000 unit koperasi berarti ada tantangan bagi pemerintah untuk menumbuhkan dan memantapkan koperasi. Prioritas pada pemberdayaan koperasi juga bisa dilihat dari kenyataan bahwa koperasi cenderung lebih konsisten dibanding jenis lainnya. Dan koperasi dapat menumbuhkan antara lain kelompok usaha masyarakat yang produktif dan potensial, karena keberadaan kelompok tersebut cukup banyak.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM dari tahun 2004-2006 adalah sebanyak 184 kelompok 32 propinsi yang mendapatkan bantuan perkuatan modal usaha berbentuk dana bergulir melalui koperasi (KSP/USP) dengan pola tanggung renteng.
Pada tahun 2007 Kementerian Negara Koperasi dan UKM akan memberikan bantuan perkuatan modal usaha kepada satu kelompok tanggung renteng melalui satu KSP/USP per propinsi sebesar Rp.22.500.000,-. Kelompok tanggung renteng dimaksud merupakan kelompok usaha produktif yang utamanya terdiri dari 1kelompok 15 orang. Diharapkan kedepan dapat dikembangkan menjadi wadah koperasi tersendiri atau menjadi anggota koperasi yang telah ada.
Adanya kelompok usaha masyarakat maupun kelompok produktif merupakan salah satupeluang bagi pengembangan koperasi baru. Maka pada tahun 2005-2007 telah terbentuk 1.555 unit koperasi baru 11 propinsi, dimana 124 unit (7,97%) adalah koperasi baru pada 6 propinsi.
Sesuai RPJM 2005 dimana ditargetkan perwujudan 70000 unit koperasi berarti ada tantangan bagi pemerintah untuk menumbuhkan dan memantapkan koperasi. Prioritas pada pemberdayaan koperasi juga bisa dilihat dari kenyataan bahwa koperasi cenderung lebih konsisten dibanding jenis lainnya. Dan koperasi dapat menumbuhkan antara lain kelompok usaha masyarakat yang produktif dan potensial, karena keberadaan kelompok tersebut cukup banyak.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM dari tahun 2004-2006 adalah sebanyak 184 kelompok 32 propinsi yang mendapatkan bantuan perkuatan modal usaha berbentuk dana bergulir melalui koperasi (KSP/USP) dengan pola tanggung renteng.
Pada tahun 2007 Kementerian Negara Koperasi dan UKM akan memberikan bantuan perkuatan modal usaha kepada satu kelompok tanggung renteng melalui satu KSP/USP per propinsi sebesar Rp.22.500.000,-. Kelompok tanggung renteng dimaksud merupakan kelompok usaha produktif yang utamanya terdiri dari 1kelompok 15 orang. Diharapkan kedepan dapat dikembangkan menjadi wadah koperasi tersendiri atau menjadi anggota koperasi yang telah ada.
Adanya kelompok usaha masyarakat maupun kelompok produktif merupakan salah satupeluang bagi pengembangan koperasi baru. Maka pada tahun 2005-2007 telah terbentuk 1.555 unit koperasi baru 11 propinsi, dimana 124 unit (7,97%) adalah koperasi baru pada 6 propinsi.
UPAYA
MENGERAKKAN DENYUT NADI KOPERASIGlobalisasi yang ditandai dengan adanya
persaingan pasar bebas tidaklah selalu buruk, bahkan menjadi tantangan bagi
para pelaku ekonomi termasuk koperasi, untuk memanfaatkan peluang-peluan yang
ada, seperti adanya informasi yang lebih terbuka, semua pihak dapat bebas
mendapatkan akses informasi, persaingan lebih fair dan adil. Serta akses
teknologi mudah terjangkau dan biayanyapun murah. Agar koperasi dapat bertahan
dalam menghadapi globalisasi pemberdayan koperasi oleh masyarakat secara
profesional yang otonom dan mandiri dalam arti berkemampuan dalam mengelola
usaha sebagaimana layaknya badan usaha lain. Dalam globalisasi koperasi juga
dituntut untuk mengoptimalkan potensi ekonominya serta berkemampuan untuk
bekerjasama, saling menghargai, menghormati antar koperasi dan seluruh
stakeholder lainnya dengan tetap mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Regulasi peraturan pemerintah diperlukan jika terjadi kesalahan pasar sebagai
akibat dari terjadinya kecurangan dari pelaku ekonomi yang kuat terhadap yang
lemah atau pasar bergerak kearah munculnya persaingan. Intervensi pemerintah
dalam bentuk perlindungan diperlukan dalam rangka mengendalikan perilaku
ekonomi, bukan pranata ekonomi.
Untuk memperkuat karakter bisnis koperasi,program pendidikan dan sosialisasi harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam berorganisasi dan praktek bisnis koperasi. Pendidikan dan sosialisasi dibutuhkan untuk merubah mindset, meningkatkan kualitas dan kompetensi, manajerial dan bagaimana membangun jaringan serta memperkenalkan citra koperasi dan program konversi atau pembentukan koperasi beserta konsekuensi (biaya) yang ditimbulkannya.
Dalam rangka prengembangan kapabalitas usaha koperasi agar bertahan globalisasi dibutuhkan pula pendampingan yang dapat memperbaiki manajemen usaha, kualitas produk dan pengembangan pasar. Lembaga pendampingan seperti BDS/LPB dan inkubator perlu diberdayakan kembali oleh pemerintah, sehingga mampu menjalankan perannya sebagai tenaga konsultan yang sangat dibutuhkan UKM dan Koperasi.
Sebagian besar koperasi yakni sebanyak 65 % nya memiliki jenis Usaha Simpan Pinjam (USP) yang memberikan pelayanan pinjaman kredit untuk pemenuhan kebutuhan modal usaha bagi anggotanya. Keberadaan USP yang dikelola oleh masyarakat tersebut cukup signifikan manfaatnya. Bagi anggota demikian pula terhadap dukungan penghasilan bagi lembaga koperasinya. Namun demikian, agar tetap eksis perlu dilaksanakan:
(1) Pembenahan kembali kinerja KSP/USP
(2) Penetapan pengelolaanya harus benar-benar memiliki kemampuan dan kemahiran profesional keuangan dibidang mikro
(3) Perlu dipertimbangkan adanya badan atau tenaga fungsional khusus ditingkat daerah yang memantau dan mengawasi kesehatan koperasi yang memiliki USP mengingat bidang usaha memiliki kekhususan seperti bank,
(4) Serta perlu dukungan dari kalangan perbankan sebagai mita KSP/ USP
Untuk memperkuat karakter bisnis koperasi,program pendidikan dan sosialisasi harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam berorganisasi dan praktek bisnis koperasi. Pendidikan dan sosialisasi dibutuhkan untuk merubah mindset, meningkatkan kualitas dan kompetensi, manajerial dan bagaimana membangun jaringan serta memperkenalkan citra koperasi dan program konversi atau pembentukan koperasi beserta konsekuensi (biaya) yang ditimbulkannya.
Dalam rangka prengembangan kapabalitas usaha koperasi agar bertahan globalisasi dibutuhkan pula pendampingan yang dapat memperbaiki manajemen usaha, kualitas produk dan pengembangan pasar. Lembaga pendampingan seperti BDS/LPB dan inkubator perlu diberdayakan kembali oleh pemerintah, sehingga mampu menjalankan perannya sebagai tenaga konsultan yang sangat dibutuhkan UKM dan Koperasi.
Sebagian besar koperasi yakni sebanyak 65 % nya memiliki jenis Usaha Simpan Pinjam (USP) yang memberikan pelayanan pinjaman kredit untuk pemenuhan kebutuhan modal usaha bagi anggotanya. Keberadaan USP yang dikelola oleh masyarakat tersebut cukup signifikan manfaatnya. Bagi anggota demikian pula terhadap dukungan penghasilan bagi lembaga koperasinya. Namun demikian, agar tetap eksis perlu dilaksanakan:
(1) Pembenahan kembali kinerja KSP/USP
(2) Penetapan pengelolaanya harus benar-benar memiliki kemampuan dan kemahiran profesional keuangan dibidang mikro
(3) Perlu dipertimbangkan adanya badan atau tenaga fungsional khusus ditingkat daerah yang memantau dan mengawasi kesehatan koperasi yang memiliki USP mengingat bidang usaha memiliki kekhususan seperti bank,
(4) Serta perlu dukungan dari kalangan perbankan sebagai mita KSP/ USP
Apabila kegiatan-kegiatan itu
dilakukan dengan konsisten dan fokus maka diharapkan dapat memotivasinya untuk
mengembangkan wadah pengurusan akte notaris dalam paket bantuan perkuatan yang
diberikan kepada koperasi dan UKM.
Khususnya mengenai pendidikan dan sosialisasi kegiatan ini perlu diadakan dalam rangka pengembangan sosial kapital kelompok masyarakat, membangun sistem perberdayaan ekonomi masyarakat, memacu pengembangan usaha produktif, menumbuhkan jiwa kewirakoperasian dan mekanisme pembentukan koperasi.Menurut saya koperasi diindonesia untuk saat ini pada kenyataannya masih belum siap menghadapi globalisasi. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa koperasi Indonesia esok akan berkembang pesat. Jadi awal dari semua ini adalah ubahlah diri kita masing masing. Agar kita siap untuk membangun koperasi diindonesia dan membangun perekonomian agar lebih maju dan tidak tertinggal di era globalisasi ini.
Khususnya mengenai pendidikan dan sosialisasi kegiatan ini perlu diadakan dalam rangka pengembangan sosial kapital kelompok masyarakat, membangun sistem perberdayaan ekonomi masyarakat, memacu pengembangan usaha produktif, menumbuhkan jiwa kewirakoperasian dan mekanisme pembentukan koperasi.Menurut saya koperasi diindonesia untuk saat ini pada kenyataannya masih belum siap menghadapi globalisasi. Tapi tidak menutup kemungkinan bahwa koperasi Indonesia esok akan berkembang pesat. Jadi awal dari semua ini adalah ubahlah diri kita masing masing. Agar kita siap untuk membangun koperasi diindonesia dan membangun perekonomian agar lebih maju dan tidak tertinggal di era globalisasi ini.
Daftar pusaka:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar