Minggu, 12 Juni 2016

Kepailitan dalam perusahaan_nurulfadillah



Aspek Hukum dalam Ekonomi
“ke pailitan dalam perusahaan”

 

 Oleh:
Nurul fadillah utami (28214264)/2EB03


FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
Mata kuliah: Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Dosen: Ekaning setyarini





Ø  Pengertian Kepailitan

 



Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.

Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.

Ø Peraturan Perundangan tentang Kepailitan

Sejarah perundang-undangan kepailitan di Indonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening op het Faillissement en Surceance van Betaling voor de European in Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No. 217 jo. Staatblads 1906 No. 348 Faillissementsverordening. Dalam tahun 1960-an, 1970-an secara relatip masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, namun sejak 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke Pengadilan negeri. Tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.

Pada tanggal 20 April 1998 pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 nomor 135).

Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut bukanlah mengganti peraturan kepailitan yang berlaku, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad tahun 1905 No. 217 juncto Staatblads tahun 1906 No. 308, tetapi sekedar mengubah dan menambah.

Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan (Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348) yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan.

Ø  Tujuan utama kepailitan

adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.
Ø  Lembaga kepailitan

Pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayar/tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu:

1. kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur.

2. kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.

Ø Contoh perusahaan yang mengalami kepailitan 

 

PERKARA PERMOHONAN PERNYATAAN PAILIT TERHADAP PT.IGLAS (persero)
Pt.interchem Plasagro Jaya berkedudukan di Jakarta mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadapPT.IGLAS (persero)  yang berkedudukan di Surabaya ke pengadilan Niaga Surabaya, berdasarkan adanya kerja sama dalam pembelian chemicol. Termohon sebagai pemesan chemicol dan pemohon yang mengadakan dan mengirim chemicol tersebut. Harga chemicol telah di sepakati berdasarkan puchase order sebesar Rp. 102.531.936,00 dan sebesar US$ 165.816,38. Chemical yang dipesan sudah dikirim oleh pemohon kepada termohon, tetapi pembayaran harga chemical yang telah disepakati tersebut sampai dengan diajukannya permohonan telah melewati batas jatuh tempo belum dilakukan pembayaran oleh termohon. Pemohon telah melakukan berbagai upaya agar termohon dapat menyelesaikan pembayaran utangnya tersebut secara musyawarah. Selain mempunyai utang kepada pemohon, termohon juga mempunyai utang kepada PT. AKR Corporindo Tbk. Berkedudukan di Jakarta dalam bentuk rupiah sebesar Rp. 254.002.073,00, dan sebesar US$ 108.225 berdasarkan surat perihal Outstanding piutang dari PT. AKR Corporindo Tbk. Kepada PT.IGLAS tanggal 23 juli.  Berdasarkan bahwa termohon mempunyai sedikit 2 kreditor yang telah jatuh waktu dan dapat di tagih dan sampai diajukan permohonan utang tersebut belum di lunasi, sehingga menurut pemohon syarat untuk dinyatakan pailit berdasarkan pasal 2 ayat 1 UUKPKPU telah terpenuhi.
 Dalam eksepsinya termohon mengemukakan bahwa karena termohon/ PT.IGLAS (persero) sebagai perseroan terbatas yang seluruh sahamnya milik pemerintah yang telah terdaftar di Departemen hukum dan HAM, dan telah dimuat dalam lembaran Negara, serta bergerak di bidang kepentingan publik, sehingga pemohon tidak memiliki otoritas untuk mengajukan permohonan pailit. Termohon mendasarkan eksepsinya tersebut pada pasal 2 ayat 5 UUKPKPU, yang menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap termohon sebagai BUMN persero hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
 Dalam pokok perkaranya, termohon mengakui mempunyai utang kepada pemohon sejumlah sebagaimana disebutkan oleh pemohon. Namun, karena kondisi termohon dengan adanya perintah dari Menteri Negara BUMN kepada perusahaan pengelola aset (PPA) dengan surat No.S-10/MBU/2009 tanggal 12 januari 2009 yang pada pokoknya memerintahkan kepada PPA untuk merestrukturisasi termohon/PT.Iglas (persero), sehingga memerlukan waktu untuk memenuhi kewajibannya, yaitu harus melalui Due Deligence oleh konsultan keuangan dan rekomendasi hasil Due Deligence.
PUTUSAN PENGADILAN NIAGA SURABAYA.
Majelis hakim pengadilan niaga surabaya dalam putusan No. 01/Pailit/2009/PN.Niaga.Sby tanggal 31 maret 2009 mempertimbangkan materi eksepsi tersebut bersama-sama pokok perkaranya, mengenai apakah pemohon pailit. Pertama, majelis berpedoman pada pasal 5 UUKPKPU yang menyatakan “dalam hal debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh menteri keuangan”.Majelis berkesimpulan bahwa walaupun modal PT.Iglas (persero) dimiliki oleh menteri BUMN dan PT.Bank Negara Indonesia, pada dasarnya seluruh modalnya adalah milik negara. Majelis hakim menghubungkan dengan pasal 1 ayat 1 dan pasal 2 huruf g UUKN, yang menyatakan “keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 ayat 1 adalah kekayaan negara/ kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah”. Berdasarkan  dari pertimbangan tersebut diatas, Majelis hakim pengadilan niaga Surabaya berpendapat PT.Iglas (persero) merupakan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik yang seluruh modalnya dimiliki negara, sehingga sebagaimana penjelasan pasal 2 ayat 5 UUKPKPU, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri keuangan dan tidak dapat diajukan oleh siapapun juga. Konsekuensinya, sebagai harta kekayaan milik negara, berdasarkan pasal 50 UU 1/2004 terhadap termohon tidak dapat dilakukan sita. Dengan kata lain, apabila termohon dinyatakan pailit, dan terhadap harta kekayaannya berada dalam sita umum, hal ini bertentangan dengan pasal 50 tersebut, kecuali permohonan pailit diajukan oleh Menteri keuangan selaku wakil pemerintah dalam otoritas sebagai pemilik kekayaan negara. Majelis hakim pengadilan niaga dalam menjatuhkan putusannya juga berpedoman pada putusan mahkamah agung RI No. 075K/Pdt.Sus/2007 tanggal 22 oktober 2007 yang membatalkan kepailitannya PTDI.
PUTUSAN KASASI
Mahkamah agung RI dalam putusannya No. 397K/Pdt.Sus/2009 tanggal 31 juli 2009 telah membatalkan putusan pengadilan niaga Surabaya tersebut dan menyatakan PT.Iglas (persero ) dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya, dengan pertimbangan bahwa pengadilan niaga Surabaya telah salah menerapkan hukum sebagai berikut:
-          Bahwa termohon merupakan BUMN yang modalnya terbagi dalam saham, yang kepemilikan sahamnya tidak seluruhnya dikuasai/dimiliki negara, tetapi terbagi dua yaitu: 63,82% milik Menteri BUMN qq Negara RI dan 36,18% milik PT BNI Tbk. Dimana saham PT Bank BNI Tbk sahamnya juga dimiliki masyarakat/swasta; Bahwa tujuan termohon adalah mencari keuntungan;
-          Dengan demikian, pemohon dapat mengajukan permohonan pailit tanpa harus ,mendapat izin dan kuasa dari Menteri keuangan karena  termohon bukan BUMN sebagaimana pengertian dalam penjelasan pasal 2 ayat 5 UUKPKPU;
-          Selain itu, bidang kegiatan termohon tidak secara langsung dimanfaatkan oleh publik seperti halnya PT GARUDA, PLN dan pertamina. Dicantumkan klausula “yang bergerak dibidang kepentingan publik” mengandung arti bahwa tidak semua BUMN permohonan pailitnya hanya dapat diajukan oleh Menteri keuangan.
Terdapat perbedaan pendapat (Dissenting Opinion), dalam Majelis hakim tingkat kasasi, yang berpendapat bahwa yudex factie/ pengadilan niaga Surabaya tidak salah menerapkan hukum dan pertimbangannya sudah tepat dan benar sesuai dengan putusan mahkamah agung RI no. 075K/Pdt.Sus/2007 tanggal 22 oktober 2007 (dalam kasus kepailitan PTDI), sehingga permohonan pernyataan pailit harus ditolak.
 Setelah debitor/PT.Iglas (persero) dinyatakan pailit oleh putusan kasasi mahkamah agung RI no.397K/Pdt.Sus/2009 tanggal 31 juli 2009, termohon pailit/ PT.Iglas (persero) mengajukan permohonan peninjauan kembali. Namun, ketika proses peninjauan kembali berlangsung, terjadi perdamaian antara debitor pailit dan para kreditor.

Ø Para Pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:


atas permohonan debitur sendiri
atas permintaan seorang atau lebih kreditur
oleh kejaksaan atas kepentingan umum
Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga bank
oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

Bahwa untuk bisa dinyatakan pailit, debitur harus telah memenuhi dua syarat yaitu:

1. Memiliki minimal dua kreditur;

2. Tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kreditur yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk mempailitkan kreditur, tanpa melihat jumlah piutangnya.

 Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Pernyataan pailit, mengakibatkan debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak pernyataan putusan kepailitan. Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya, maka oleh Undang-Undang Kepailitan ditetapkan bahwa terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, KURATOR berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kurator tersebut ditunjuk bersamaan dengan Hakim Pengawas pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan.

Dengan demikian jelaslah, bahwa akibat hukum bagi debitur setelah dinyatakan pailit adalah bahwa ia tidak boleh lagi mengurus harta kekayaannya yang dinyatakan pailit, dan selanjutnya yang akan mengurus harta kekayaan atau perusahaan debitur pailit tersebut adalah Kurator. Untuk menjaga dan mengawasi tugas seorang kurator, pengadilan menunjuk seorang hakim pengawas, yang mengawasi perjalan proses kepailitan (pengurusan dan pemberesan harta pailit).

Ø    Siapa yangMempailitkan?

Setiap kreditur (perorangan atau perusahaan) berhak mempailitkan debiturnya (perorangan atau perusahaan) jika telah memenuhi syarat yang diatur dalam UUK, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Dikecualikan oleh Undang-Undang Kepailitan adalah Bank dan Perusahaan Efek. Bank hanya bisa dimohonkan pailitkan oleh Bank Indonesia, sedangkan perusahaan efek hanya bisa dipailitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Bank dan Perusahaan Efek hanya bisa dipailitkan oleh instansi tertentu, hal ini didasarkan pada satu alasan bahwa kedua institusi tersebut melibatkan banyak uang masyarakat, sehingga jika setiap kreditur bisa mempailitkan, hal tersebut akan mengganggu jaminan kepastian bagi para nasabah dan pemegang saham.
Menurut saya jadi pada intinya bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bangkrut dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan, kepailitan menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Jadi siapa saja yang membangun perusahaan bisa mengalami kepailitan.

Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar